Aset Sejarah
A. Makam Sejarah ‘Stana Gede’
Dusun Mojotengah merupakan salah satu dusun di Desa Mojosari yang dulu pernah menjadi pusat kesekertariatan Kecamatan Mojotengah yang sekarang bertempat di Kalibeber. Selain itu, banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa Desa Mojosari dahulu pernah menjadi pusat Peradaban Purwacarita Purwakanda dari masa “Menhir” atau masa Kapitayan. Peninggalan sejarah di Desa Mojosari tepatnya di Dusun Mojotengah dibuktikan dari artefak/situs kuno dan keterangan hasil penelitian arkeolog dari alumni sekaligus mantan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang bernama Bapak Jajang Sanjaya yang diinformasikan oleh Bapak Drs. Kholiq Arif, mantan Bupati Wonosobo periode 2005-2015.
Sebagai hasil penelitian, situs sejarah yang berada di Makam Stana Gede Desa Mojosari merupakan peninggalan dari tokoh-tokoh terdahulu dari masa ke masa yaitu:
1. Masa Menhir atau kapitayan
2. Masa awal Kerajaan Mataram Kuno/Medang Kamulan
3. Masa awal masuknya Islam ke Nusantara
4. Masa Kerajaan Mataram Islam
5. Masa perjuangan perang gerilya/ Pangeran Diponegoro
Jika dikaitkan dengan sejarah dan legenda lisan masyarakat, dahulu di komplek makam Stana Gede berdiri candi peninggalan umat Hindu yaitu Candi Kawitan. Kata kawitan memiliki makna awalan atau yang pertama. Bisa diartikan bahwa Candi Kawitan merupakan candi pertama yang didirikan di tanah Jawa pada masa Kerajaan Matram Kuno atau Kerajaan Medang, yang mana digunakan sebagai tempat peribadatan. Pada awal masuknya Islam di Nusantara, Candi Kawitan dibongkar dan beralih fungsi menjadi batu nisan. Walaupun begitu, bongkahan candi masih menunjukkan karakteristik sebagai peninggalan kerajaan Hindu yang bisa diketahui dari relief lempengan batu yang ada. Relief batu berupa gambar bunga tertai, binatang, dan sepasang laki-laki dan perempuan.
Pada tahun 2018, beberapa peninggalan sejarah di Makam Stana Gede hilang, salah satunya yaitu bongkahan batu yang memiliki relief. Selain itu ada beberapa benda lain yang hilang yaitu 7 batu lingga dan satu batu meru. Oleh karena itu, Pemerintah Desa Mojosari bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Wonosobo untuk menjaga benda-benda peninggalan sejarah bersama. Benda-benda peninggalan di Makam Stana Gede yang masih tersisa berjumlah 52 buah. 17 di antaranya dengan jenis antefik dan lingga dijadikan sebagai sample cagar budaya, sedangkan 35 benda lainnya disimpan sementara di embrium musium Dinas Pariwisata dan Budaya sampai Desa Mojosari mempunyai sarana dan prasarana yang memadai.
Adapun beberapa bukti yang menguatkan situs peninggalan bersejarah di Makam Stana Gede. Kepala Dinas BPKAD Jawa Tengah dan didampingi oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Wonosobo menerangkan bahwa batu-batu situs tersebut kemungkinan lebih tua dari Candi Sewu dan Candi Prambanan, bahkan kemungkinan lebih tua dari Candi Borobudur. Selain benda-benda artefak, ada juga peninggalan lain dari Kerajaan Maratam Kuno berupa pohon “medang” yang keberadaannya juga berada di Makam Stana Gede. Pohon medang memiliki lingkar batang berukuran kurang lebih 10m. Pohon tersebut menyerupai pohon beringin, dan mempunyai 5 cabang yang sama besar. Ukuran lingkar cabangnya kurang lebih 3 m. Sampai pada tahun 2000 pohon medang tersebut masih utuh. Namun karena termakan usia yang sudah ratusan tahun bahkan ribuan tahun, pada tahun 2005 sampai tahun 2018 pohon tersebut satu persatu dari lima cabang dan batang-batangnya mulai tumbang secara alamiah karena rapuh. Untuk menghindari bahaya, pada akhirnya tahun 2019, pohon medang tersebut dan pohon-pohon beringin tua ditebang berdasarkan persetujuan masyarakat dan sesepuh Desa Mojosari.
B. Tokoh-tokoh dan Legeda Makam Stana Gede
Menurut legenda yang dipercaya dan diyakini sejarawan dan tokoh-tokoh Desa Mojosari, dulu sebelum berdirinya Kerajaan Mataram Kuno atau Medang Kemulan, di wilayah Desa Mojosari tepatnya di Dusun Mojotengah sudah ada kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang tegas, arif, dan bijaksana putra dari Betara Guru yang bernama: R. Bermani dengan gelar Maharaja Prabu Makukuhan. dan didampingi oleh seorang permaisuri bernama Dewi Sri yang keberadaan makamnya berada di Makam “Lulung-Lungan” di Dusun Mojotengah, masyarakat mengenalnya dengan nama Mbah Makukuhan Sepuh. Sedangkan makam yang berada di Stana Gede jauh sebelum masa Mataran Kuno atau Medang yaitu Makam Asyif Al-Barqiyyah dan Ny. Kemuning Dalem Agung. Makam tersebut dijadikan satu karena sebab rijatul ghoib atau hubungan gaib antara dua tokoh tersebut di zaman dulu, yang mana Asyif Al-Barqiyyah merupakan guru yang membimbing Ny. Kemuning Dalem Agung secara gaib untuk menjadi pemimpin perempuan yang kuat dalam menjalankan tugas sebagai pendamping umat. Masa hidup Ny. Kemuning kurang lebih pada masa Wali Songo, sedangkan masa hidup Asyif Al-Barqiyyah pada masa Nabi Sulaiman AS. Dari penjelasan tersebut, masih banyak sekali tokoh-tokoh di Makam Stana Gede yang belum terrekam secara dokumen.